Berita

GP3 Tuntut PT SAU Harus Bertanggung Jawab

79
GP3 Tuntut PT SAU Harus Bertanggung Jawab
PELALAWAN, BERITARAYA – Normalisasi sungai serta pelebaran Kanal di hilir Sungai Ara dan di hulu Sungai Pinang oleh perusahaan PT. Selaras Abadi Utama (PT. SAU) dinilai pihak masyarakat telah merusak bentuk asli Sungai Pinang dan mengancam kelestarian biota sungai.Berdasarkan temuan di lapangan kondisi sungai sudah tertimbun lebih dari separuhnya lebar sungai alam tersebut. Beberapa pohon hutan terlihat sudah tumbang dan menutupi bentangan sungai kebanggaan masyarakat adat sekitar.

Kontur tanah berjenis gambut tebal itupun terlihat berantakan dengan tumbangnya beberapa pokok hutan kayu berdiameter besar memperlihatkan ketidakpatuhan pihak korporasi terhadap komitmen global terkait pembangunan berkelanjutan (SDGs).

PT. SAU merupakan bagian dari perusahaan bubur kertas terbesar di Asia PT. RAPP APR yang beroperasi di kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

Kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah Gerakan Pemuda Peduli Pelalawan (GP3) menuntut pihak perusahaan untuk mempertanggungjawabkan kerusakan alam.

Dilansir dari situs Beritakanal.com, Ketua GP3 Joe Hendri mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke pihak penegak hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Pelalawan beberapa waktu lalu.

“Kami dari GP3 akan berjuang bersama masyarakat dan menuntut pihak perusahaan untuk bertanggung jawab atas kerusakan sungai pinang ini. Dengan adanya pelebaran kanal di sebelah hilir sungai Ara, dan kanal di atas sungai Pinang, tentunya perlu di kaji dampak lingkungan, setau saya dengan pelebaran kanal sampai ke sungai Kampar tentunya air gambut menjadi kering dan beresiko besar terhadap kebakaran, dan kerusakan gambut,” katanya yang dikenal dengan sebutan Joe Kampe itu kepada BeritaKanal.com melalui aplikasi WhatsApp, Minggu (17/10) sore.

Joe Kampe menegaskan kondisi Sungai Pinang setelah di normalisasi sampah berserakan, air berkurang membuat rawan kebakaran.

“Kondisi Sungai Pinang sebelum di normalisasi gak ada masalah, baik itu debit air, maupun nelayan lewat mencari ikan. Namun setelah di normalisasi sampah berserakan, air berkurang, sehingga rawan kebakaran,” tandasnya.

Perusahaan HTI yang berada di wilayah Gambut dengan ketebalan 4 meter itupun telah menyalahi peraturan Menteri LHK P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 dan terang-terangan melabrak kesepakatan dunia yang dituangkan dalam SDGs.

Humas PT SAU ketika dihubungi melalui WhatsApp pada Ahad sore (17/10/2021) belum memberikan jawaban terkait konfirmasi pemberitaan media ini.

Exit mobile version