Beritaraya.id, Pekanbaru – Konsultasi Publik (KP) 1 (satu) penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) digelar Pemprov Riau pada 19 Mei 2022 di Hotel Primer Pekanbaru.
Kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh Gubernur Riau Syamsuar, jajaran Pemprov Riau, Bupati/Walikota se-Riau, Pemerintah Pusat, KPK, akademisi, Ormas, NGO dan Swasta selaku pemangku kepentingan.
“Kami menyambut positif KP yang diadakan Pemprov Riau untuk menjaring masukan, meskipun ini terlalu lama. Sebab Perda RTRWP Riau telah putus Mahkamah Agung untuk dilakukan perubahan sejak Oktober 2019 dan Salinan putusannya diterima pada 2020,” kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo dilansir dari Beritakanal.com (Raya News Network) , Selasa, (31/5/2022).
Okto menyayangkan Gubernur Riau Syamsuar lebih fokus terhadap investasi dan perizinan namun tidak sama sekali menyinggung isu terkait masyarakat adat.
“Sayangnya Gubernur Riau Syamsuar lebih fokus terhadap investasi dan perizinan dan sama sekali tidak menyinggung isu terkait masyarakat adat, alokasi hutan adat, perhutanan sosial, TORA juga persoalan konflik lahan. Padahal isu tersebut yang menjadi persoalan mendasar di Riau dan dalam Perda RTRWP Riau,” ujarnya tegas.
Dirinya menambahkan Syamsuar juga tidak menyinggung program Riau Hijau.
“Syamsuar juga tak menyinggung program Riau Hijau, yang semestinya sangat penting diintegrasikan dalam penyusunan RTRW.” tambah Okto.
Di samping sambutan Syamsuar, dalam materi awal RTRWP Riau 2022-2042 yang dipaparkan oleh ketua tim ahli, Wilmar Salim dari Institut Teknologi Bandung (ITB), juga masih belum berbeda dari Perda Nomor 18 tahun 2018.
“Seperti kawasan lindung masih merujuk pada (19 lokasi) berupa kawasan suaka alam, suaka margasatwa, taman nasional, cagar alam, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Alokasinya sebesar 11% dari luas Provinsi Riau dan belum mengakomodir untuk kawasan lindung untuk ekosistem gambut fungsi lindung yang diterbitkan KLHK,” tegas Okto.
Kembali Okto menegaskan Jikalahari memberikan catatan untuk penyusunan RTRWP.
“Pertama, RTRWP yang disusun harus menjadi jalan penyelesaian konflik lahan di Riau yang selama ini massif terjadi, caranya dengan meninjau kembali izin-izin korporasi sektor kehutanan, perkebunan maupun pertambangan,” tegasnya lagi.
Kedua, Alokasi untuk hutan adat bagi masyarakat adat dalam RTRWP Riau harus ditingkatkan. Dalam Perda RTRWP Riau Nomor 10 Tahun 2018, alokasi hutan adat hanya sebesar 470 ha. Alokasi hutan adat dalam RTRWP Riau dapat dilakukan secara indikatif, hingga nantinya ditetapkan dengan peraturan daerah.