Tantangan Bagi Prabowo dalam Mengelola Keseimbangan Kekuasaan
Tantangan terbesar bagi Prabowo adalah mengelola keseimbangan kekuatan di antara para aktor politik, termasuk pengaruh yang masih kuat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam upaya mengonsolidasikan kekuasaan, Prabowo harus memastikan bahwa tidak ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari presiden. Ini akan menjadi uji coba besar bagi Prabowo dalam menjaga hubungan dengan PDIP dan partai-partai lainnya, serta memastikan bahwa ia tidak terlalu tersandera oleh pengaruh Jokowi.
Prabowo harus melakukan manuver politik yang cermat untuk mengelola balance of power. Meskipun Jokowi akan lengser dari kursi presiden, pengaruhnya di panggung politik Indonesia masih kuat, terutama melalui jaringan loyalisnya dan popularitas di kalangan rakyat. Prabowo perlu memastikan bahwa pengaruh ini tidak mengganggu otoritasnya sebagai presiden.
PDIP, sebagai partai politik terbesar dan rumah politik Jokowi, akan menjadi pemain kunci dalam pemerintahan Prabowo. Menjaga hubungan baik dengan PDIP adalah krusial, namun Prabowo harus berhati-hati agar tidak terlalu bergantung pada partai ini. Keseimbangan yang baik harus dicapai untuk memastikan dukungan legislatif tanpa kehilangan kontrol eksekutif.
Pengaruh Jokowi tidak hanya berasal dari posisinya sebagai presiden, tetapi juga dari jaringan loyalisnya, baik di pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, dan beberapa menteri yang mungkin akan tetap berpengaruh dalam kabinet baru, bisa menjadi faktor penting. Prabowo harus bijak dalam menangani loyalis Jokowi agar mereka tetap produktif tanpa membayangi kepemimpinannya. Prabowo juga harus memastikan bahwa koalisi partai yang mendukungnya tetap solid. Koalisi yang beragam dengan berbagai kepentingan dapat menjadi tantangan besar dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Prabowo perlu menunjukkan kemampuan manajemen konflik yang kuat untuk menjaga koalisi tetap utuh dan bekerja efektif.
Kepemimpinan Prabowo akan diuji dalam hal kemampuannya mengelola hubungan dengan berbagai aktor politik. Ia harus menunjukkan bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin yang tegas namun fleksibel, mampu mendengar namun tetap memegang kendali. Prabowo harus memastikan bahwa otoritasnya diakui oleh semua pihak tanpa menimbulkan friksi yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahannya.
Selain mengelola balance of power di kalangan elit politik, Prabowo juga harus menangani harapan publik yang tinggi terhadap pemerintahannya. Publik menginginkan perubahan yang signifikan dan perbaikan dalam berbagai sektor, seperti ekonomi, infrastruktur, dan pelayanan publik. Prabowo perlu membuktikan bahwa ia mampu memenuhi ekspektasi tersebut tanpa terjebak dalam politik praktis yang hanya menguntungkan segelintir elit. Ide pembentukan sekretariat gabungan (Setgab) seperti yang pernah dilakukan oleh SBY pada tahun 2009 kembali mencuat. Namun, daya pengaruh Setgab ini tentu tidak akan sebanding dengan posisi ketua partai politik. Pengelolaan pengaruh melalui Setgab mungkin lebih lemah dibandingkan dengan lembaga negara seperti partai politik dan parlemen.
Masa depan politik Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden sangat bergantung pada bagaimana ia mengelola dukungan dan pengaruhnya. Kemungkinan besar, Jokowi akan tetap menjadi figur penting di belakang layar, baik melalui proksi maupun cawe-cawe langsung. Namun, tantangan terbesar baginya adalah memastikan bahwa pengaruhnya tetap signifikan tanpa posisi resmi di pemerintahan atau partai politik. Kita akan melihat dinamika ini berkembang dalam beberapa bulan ke depan hingga pelantikan presiden baru pada Oktober mendatang.