LUMAJANG, Beritaraya.id – Dalam Merdeka Belajar, Proses belajar mengajar tidak hanya berkutat di ruang sekolah, tetapi juga berkenaan dengan aspek pendidikan berbasis komunitas.
“Kolaborasi dan Sinergi semua stakeholder, khususnya Guru, Siswa didik dan orang tua berada dalam tarikan satu nafas, yakni ikhtiar meningkatkan kualitas SDM berdaya saing, mewujudkan pelajar Pancasilais.” Ungkap H. Muhamad Nur Purnamasidi anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Golkar di Warung Apung Bu Umi, Lumajang, Rabu (26/07/2023) pekan lalu.
Sosialisasi Platform Teknologi Berbasis Komunitas kerjasama UPT Balai Layanan Platform PUSDATIN Kemendikbudristek RI dengan Komisi X DPR RI diikuti ratusan peserta perwakilan Guru Baik SD/SMP/SMU/SMK di Lumajang.
Platform digital tidak bisa dihindari, bahkan menjadi keniscayaan/keharusan. Dengan kemajuan dan perubahan yang cepat di bidang Ilmu pengetahuan serta teknologi, platform digital menjadi tawaran solutif dalam mengejar ketertinggalan dunia pendidikan kita.” ujar Pria yang akrab di sapa Bang Pur ini.
Politisi Senayan Dapil Jawa Timur IV Jember Lumajang ini menilai otonomisasi pendidikan dalam proses perjalanannya menyisakan berbagai problematika. Salah satunya, terkait kebijakan atau politik anggaran pendidikan yang masih timpang, tidak adil dan cenderung diskriminatif.
Pemerintah Daerah dalam pengajuan Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui aplikasi KRISNA fokus pembenahan lebih bertumpu sarana prasarana pendidikan. Sedang Peningkatan Kualitas SDM belum sepenuhnya menjadi prioritas.
Pemerintah daerah seolah memiliki visi yang berbeda, bahkan bertolak belakang dengan visi Pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Tentu otonomisasi pendidikan yang seperti itu merupakan sebuah ironi. Proses amandemen Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), sektor Pendidikan diusulkan untuk (kembali) sepenuhnya menjadi urusan serta kewenangan Pemerintah pusat. Harapannya pemerataan pendidikan dan standar kualifikasi nya lebih jelas, terukur, transparan serta akuntabel. Bukan berdasar pada vested interest (kepentingan pribadi) masing-masing Kepala Daerah. Tegas Bang Pur dengan mimik tegas dan terlihat serius.
Ditemui awak media, terkait pengajuan Formasi dan kuota guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Lumajang, Bang Pur menyayangkan dan menyesalkan Kebijakan Kepala Daerah melalui Dinas Pendidikan Lumajang yang terkesan ambigu dan terindikasi kental nuansa politisnya.
“Dari data yang ada, Kabupaten Lumajang ini bisa dikategorikan sedang mengalami Darurat kekurangan Tenaga Pendidik (guru) berstatus ASN, baik PNS maupun PPPK. Terdapat 1600 lebih kuota guru yang kosong, sementara formasi yang sudah ditetapkan (mendapatkan SK) sebagai PPPK masih sangat rendah yakni di kisaran 282 PPPK guru pada Juli 2023. Proporsi yang masih jauh dari harapan. Pungkasnya.
Sementara itu, Analis pemanfaatan Teknologi UPT Balai Layanan Platform PUSDATIN Kemendikbudristek RI, M.Hafizh Bestari menjelaskan perihal berbagai Platform merdeka mengajar dibangun untuk menunjang implementasi kurikulum merdeka, membantu guru dan kepala sekolah dalam mendapatkan berbagai referensi, inspirasi dan pemahaman yang utuh dalam proses mengajar, belajar dan berkarya.
Perwakilan Dinas Pendidikan Lumajang, Heppy Septevin Gumilang menyatakan dengan merdeka belajar, prestasi siswa peserta didik di Lumajang menunjukkan perubahan yang menggembirakan. Terutama dalam ajang Olimpiade MIPA. Lumajang kategori SD berhasil mengirim delegasinya untuk berkontestasi, berlomba dalam ajang nasional.
Untuk Lumajang sendiri, di tahun 2022 terdapat 600 lembaga SD/SMP yang menerapkan kurikulum merdeka. 2023-2024 diharapkan pendidikan dasar dan menengah menerapkan sepenuhnya kurikulum. Merdeka.
Turut pula hadir diantaranya Ketua Ormas MKGR Lumajang sekaligus berprofesi sebagai advokat Pudholi Sandra, Serta perwakilan Rumah Aspirasi Bang Pur di Lumajang yakni M. Ali Murtadho dan Afan Abibi.
Kontributor Jatim : Emon