Oleh: Yazid, S.I.P.*
Pada tahun 2021, Indonesia tercatat sebagai anggota pada 200 (dua ratus) Organisasi Internasional (OI) antarpemerintah yang diampu oleh 49 (empat puluh sembilan) Kementerian/Lembaga selaku Instansi Penjuru, seperti pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Keanggotaan Indonesia pada OI (selanjutnya disebut Keanggotaan Indonesia) merupakan salah satu bentuk peran Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Peran tersebut adalah bagian dari perwujudan diplomasi multilateral dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Ketentuan mengenai Keanggotaan Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019 tentang Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional, yang mencabut Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999.
Dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa Keanggotaan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan peran dan kinerja Indonesia di fora internasional, menjalin dan mengelola hubungan baik antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain, serta membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat internasional terhadap wibawa dan kehormatan bangsa Indonesia.
Selain itu, ditegaskan pula bahwa Keanggotaan Indonesia harus didahului pertimbangan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, dan keanggotaan pada OI yang sejenis, serta dilakukan berdasarkan analisis biaya manfaat yang dilaksanakan dengan cara menekan beban kontribusi biaya menjadi seminimal mungkin untuk mencapai manfaat yang optimal.
Dalam pelaksanaan mekanisme kerja pada OI, Indonesia harus memperhatikan tujuan, prosedur, dan tata laksana yang berlaku pada masing-masing OI. Namun demikian, mekanisme kerja tersebut wajib diabdikan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional.
Kondisi Saat Ini
Pada masa pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia memiliki prioritas pemanfaatan keanggotaan pada OI dengan fokus pada ketahanan kesehatan, seperti WHO (World Health Organization) dan ASEAN. Sementara itu, guna memastikan respons cepat penanggulangan krisis dan kebencanaan di kawasan serta mendorong pemulihan pasca pandemi di berbagai bidang, Indonesia juga memanfaatkan beberapa OI di bawah ASEAN seperti AHA Center (ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management), APTERR (ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve), dan ASEAN Foundation.
Untuk menjaga ketaatan pada ketentuan-ketentuan Perpres Nomor 30 Tahun 2019, Pemerintah Indonesia melalui Kelompok Kerja Pengkaji Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional (Pokja KKOI) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri menilai pemanfaatan Keanggotaan Indonesia dengan mempertimbangkan ukuran kualitatif dan kuantitatif. Manfaat kualitatif dimaksud, dinilai melalui aspek ideologi, politik, ekonomi dan pembangunan, sosial budaya, perdamaian dan keamanan internasional, kemanusiaan, lingkungan hidup, dan/atau aspek terkait lainnya. Sementara manfaat kuantitatif mencakup jumlah atau nilai kerja sama teknik, partisipasi kegiatan, bantuan, program pembangunan, dan/atau keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja pada OI terkait.
Manfaat Kualitatif
Manfaat kualitatif seringkali tidak dapat diukur secara absolut. Namun sebagai gambaran, dalam pertimbangan manfaat kualitatif dari sisi ideologi dan politik, suatu OI dapat dimanfaatkan untuk menjaga kedaulatan NKRI dan memperjuangkan kepentingan strategis yang melekat terhadapnya. Sebagai contoh, Indonesia saat ini berperan aktif menjaga stabilitas kawasan melalui ASEAN, mendorong perjuangan kemerdekaan Palestina dalam forum OKI (Organisasi Kerjasama Islam), dan memenuhi komitmen kerja sama pembangunan dengan negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik pada MSG (Melanesian Spearhead Group). Keanggotaan Indonesia pada ketiga OI tersebut dapat meningkatkan leverage politik dan memperkuat postur diplomasi Indonesia secara keseluruhan di kawasan, maupun dalam forum internasional, yang merupakan manfaat kualitatif.
Terganggunya supply chain perdagangan global akibat pandemi COVID-19 yang diiringi dengan munculnya kecenderungan proteksionisme dan kebijakan perdagangan yang inward-looking di seluruh dunia, telah mendorong Indonesia untuk terus berupaya mengembalikan kepercayaan global pada multilateralisme, termasuk melalui pemanfaatan forum-forum OI. Terlebih, saat ini Pemerintah menetapkan diplomasi ekonomi menjadi salah satu fokus kebijakan luar negeri sehingga beberapa OI yang memberikan manfaat kualitatif di sektor ekonomi dan pembangunan turut menjadi prioritas. Berbagai forum kerja sama seperti WTO (World Trade Organisation), OECD-DC (Organization on Economic Cooperation and Development – Development Centre), ICDT (Islamic Centre for Development of Trade), UNCTAD (United Nations Conference On Trade and Development) dan D8 (Developing-8 Organization for Economic Cooperation) merupakan sebagian organisasi yang diikuti Indonesia untuk mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang merata dan inklusif.
Isu perdamaian dan keamanan internasional merupakan isu high politics yang pemanfaatannya berdampak strategis terhadap posisi Indonesia dalam konstelasi politik dunia. Isu ini juga berkaitan erat dengan aspek kemanusiaan yang seringkali menjadi bagian tidak terpisahkan. Contoh kontribusi Indonesia pada rangkaian isu ini terlihat dari tingginya intensitas pengiriman kontingen Indonesia pada Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2019-2020, serta berbagai prakarsa dan endorsement Indonesia terhadap upaya resolusi konflik secara damai, serta peran kunci Indonesia dalam berbagai intervensi terhadap krisis kemanusiaan dengan memanfaatkan platform OI, terakhir melalui mekanisme ASEAN dalam mendorong implementasi 5PC (Five-Point Consensus) untuk menanggulangi krisis politik di Myanmar.
Selain itu, Indonesia juga tercatat menjadi anggota beberapa forum OI sektoral yang bergerak di bidang nonproliferasi nuklir dan pelucutan senjata, penanggulangan terorisme dan ekstremisme, serta keamanan sektor kemaritiman. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi anggota pada OI, namun berkontribusi secara aktif sebagai inisiator/leader/penggerak sehingga mampu meningkatkan profil kepemimpinan Indonesia sebagai negara demokratis dan pelopor upaya-upaya perdamaian dan rekonsiliasi.
Manfaat Kuantitatif
Berbeda dengan manfaat kualitatif, penilaian manfaat Keanggotaan Indonesia secara kuantitatif dilakukan dengan pertimbangan cost and benefit yang lebih terukur karena berkaitan erat dengan keuangan negara dan alokasi APBN yang menjadi sumber pembiayaan pada OI. Pemanfaatan terhadap program-program yang tersedia pada OI diharapkan sebanding dengan beban kontribusi biaya Keanggotaan Indonesia. Jika memungkinkan, cakupan pemanfaatan program-program pada OI perlu diperluas dengan dimanfaatkan secara lintas sektoral, tidak hanya oleh Instansi Penjuru, sehingga dapat mendukung kepentingan nasional secara lebih menyeluruh.
Lebih lanjut, pertimbangan lain atas keikutsertaan Indonesia pada OI adalah apabila suatu OI membuka peluang pencalonan keketuaan Indonesia dan penempatan WNI pada jabatan strategis OI, serta berkaitan dengan kepentingan dan kedudukan Indonesia selaku host country. OI dimaksud perlu didukung sebagai representasi kepemimpinan Indonesia dalam kancah perpolitikan global.
Evaluasi Keanggotaan
Evaluasi Keanggotaan Indonesia perlu dilakukan secara berkala oleh Pokja KKOI. Sehubungan dengan itu, evaluasi menyeluruh berikutnya perlu dilakukan secara terkoordinir dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait, baik yang menjadi pengelola OI induk maupun badan subsider di bawah OI tertentu, sehingga pemanfaatannya dapat termonitor dengan baik dan sinergi dalam implementasi program-programnya dapat berjalan optimal.
Kiranya ke depan perlu dilakukan pengawalan atas implementasi visi, misi, dan prioritas Pemerintah agar keikutsertaan Indonesia dalam OI dapat memberi manfaat untuk kepentingan nasional serta mengakhiri Keanggotaan Indonesia yang tidak memberi manfaat.
————
*Analis Politik, Hukum, dan Keamanan pada Subbidang Hubungan Regional Asia Pasifik