BeritaNasional

Pendukung Jokowi Protes BPJS Kesehatan Jadi “Kartu Sakti” untuk Mengurus Layanan Publik

87
Pendukung Jokowi Protes BPJS Kesehatan Jadi “Kartu Sakti” untuk Mengurus Layanan Publik

Beritaraya.id, Jakarta – Dikeluarkan Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 2022 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional sebagai syarat permohonan pembuatan SIM, STNK, SKCK, Bahkan menjadi syarat untuk naik haji dan umrah, serta transaksi jual beli tanah menuai pro dan kontra.

Pasalnya instruksi tersebut dianggap pendukung Presiden Joko Widodo justru akan memberatkan masyarakat. Terlebih masyarakat yang terkena dampak akibat pandemi Covid-19.

“Kita tidak boleh menutup mata bahwa sekarang banyak masyarakat yang terkena PHK akibat dampak Pandemi Covid-19. Secara strata banyak yang turun kelas. Ini artinya banyak pekerja yang menganggur akibatnya ia menunggak iuran BPJS Kesehatan Mandirinya,” ujar Sekjen Kornas-Jokowi, Akhrom Saleh dalam rilisnya, Rabu (23/2/2022).

Sehingga lanjut dia, pihaknya menilai intruksi presiden tersebut untuk saat ini masih belum tepat waktunya.

“Jadi saya kira intruksi ini perlu ditinjau kembali karena saat ini masih belum tepat waktunya. Masih banyak solusi lain untuk membangun kesadaran masyarakat agar membayar iurannya secara rutin,” papar Akhrom.

Misalnya ia menuturkan, dengan sosialisasi secara optimal dan maksimal dengan tujuan membangun kesadaran masyarakat yang mampu secara ekonomi agar membayar iuran BPJS Kesehatan Mandirinya secara rutin sebagai wujud gotongroyong dalam membantu masyarakat yang ekonominya lemah, khususnya dibidang kesehatan.

Sementara disisi lain kata Akhrom, ia pun mengakui bahwa banyak faktor lain atau masalah-masalah lain penyebab peserta mandiri yang menunggak iuran BPJS Kesehatan.

“Kita akui masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang mampu secara ekonomi menunggak iurannya. Untuk itu, dalam kasus ini pemerintah perlu strategi khusus mencari solusinya. ‘Jangan sampai semua dipukul rata’,” ungkap Akhrom.

Demikian pula Akhrom menambahkan, jangan sampai Inpres tersebut ke depannya dijadikan kesempatan atau dimanfaatkan sebagai peluang baru bagi oknum-oknum yang nakal untuk melakukan pelanggaran hukum.

“Saya kira ini bisa diterjemahkan sendiri. Tentunya dalam tanda petik ya,” tandas Akhrom.

Exit mobile version