Berita

Rahayu Saraswati: Selamat Hari Perjuangan Perempuan Indonesia

77
Rahayu Saraswati: Selamat Hari Perjuangan Perempuan Indonesia

Beritaraya.id, Jakarta – Aktivis perlindungan perempuan dan anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyebut, sebagian masyarakat Indonesia salah paham dengan renungan dan pemaknaan peringatan Hari Ibu Nasional.

Demikian dikatakan Rahayu Saraswati melalui unggahan di akun instagram pribadinya. Menurutnya, masih banyak yang belum mengetahui asal-usul dari Hari Ibu.

Rahayu Saraswati sendiri mengunggah momentum Hari Ibu Nasional dengan foto dirinya disertai tulisan ‘Selamat Hari Perjuangan Perempuan Indonesia’.

“Renungan Hari Ibu yang Kebablasan. Hari Ibu nasional terus menerus disalahpahami oleh mayoritas penduduk Indonesia. Kebanyakan tertawa saat saya mengatakan ‘jangan-jangan kalian pikir tiba-tiba Bung Karno menginisiatifkan adanya hari di mana kita memberikan apresiasi untuk para ibu-ibu di Indonesia’ Karena adanya Mother’s Day di berbagai negara, otomatis berpikir memiliki hal serupa di Indonesia lumrah saja,” tulis Saraswati.

“Memiliki pemikiran tersebut tidak salah, tetapi tentunya menunjukkan bagaimana sejarah Indonesia yang berkaitan dengan perempuan sering kali buram atau dilupakan,” lanjutnya.

Politisi Partai Gerindra itupun menjelaskan, pada tanggal 22 Desember 1928, tepatnya beberapa bulan setelah pelaksanaan Sumpah Pemuda, ratusan perempuan dari seluruh Indonesia berkumpul di Kota Yogyakarta untuk mengadakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama.

Lanjut Saraswati, banyak hal yang didiskusikan dalam kongres tersebut, antara lain adalah untuk memperjuangkan pendidikan perempuan.

“Bahkan waktu itu ada mosi untuk mendirikan studifonds (dana studi) bagi perempuan kurang mampu, pencegahan perkawinan anak, penghapusan kawin paksa, dan pembahasan perceraian yang sewenang-wenang dan meningkat jumlahnya,” jelasnya.

Bahkan, wanita yang juga merupakan Keponakan Prabowo Subianto itupun menjelaskan, gerakan perempuan Indonesia sudah ada sejak berabad-abad lalu.

“Dari jaman ratu-ratu Kerajaan Majapahit, di mana mereka pemimpin kerajaan tertinggi, bukan (sekedar, red) istri raja, sampai ke para pahlawan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan dengan para aktivis perempuan masa kini,” tuturnya.

“Semoga kedepannya kita dapat melihat adanya keterwakilan perempuan yang dapat mewakili aspirasi perempuan Indonesia dan yang memahami betul isu yang dihadapi perempuan di Indonesia,” pungkasnya.

Senada dengan Saraswati, sebelumnya diberitakan, Akademisi yang fokus pada Perlindungan Perempuan dan Anak, Halimah Humayrah Tuanaya, menyebut, pemaknaan Hari Ibu Nasional telah mengalami Distorsi.

Menurutnya, istilah Hari Ibu mengakibatkan peran perempuan hanya terbatas sebagai sosok individu, bukan peran perempuan sebagai pejuang kepentingan kaumnya.

“Peran perempuan dalam arti yang lebih luas seperti memperjuangkan akses anak perempuan pada pendidikan, hak untuk menikah tanpa paksaan, dan bebas dari kekerasan,” kata Halimah Humayrah.

“Dalam konteks kekinian, perjuangan perempuan difokuskan pada pengurangan angka kematian ibu, penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual dan kekerasan negara melalui kebijakan-kebijakan yang mendiskriminasikan perempuan,” pungkasnya.

Exit mobile version